Source: http://germo-ndeso.blogspot.com/2012/02/cara-membuat-tanggal-posting-blog.html#ixzz3UL5VutBD WISATA SERBA-SERBI LEMBAHKLUATLC: MAKALAH SISTEM EKONIMI ISLAM

Friday, 13 March 2015

MAKALAH SISTEM EKONIMI ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN

Islam sebagai system hidup (way of life) dan merupakan agama yang universal sebab memuat segala aspek   kehidupan baik yang terkait dengan aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya. Seiring dengan   maju pesatnya kajian tentang ekonomi islam dengan menggunakan pendekatan   filsafat dan sebagainya mendorong kepada terbentuknya suatu ilmu   ekonomi berbasis keislaman yang terfokus untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam.
Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah bidang distribusi. Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam system ekonomi Islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek social dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan konvensional sampai saat,ini.
Pada saat ini realita yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang yang memepergunakan system kapitalis sebagai system ekonomi negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan dimana-mana. Menanggapi kenyataan tersebut islam sebagai agama yang universal diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekaligus menjadi sistem perekonomian suatu negara.
Distribusi pendapatan, dalam ekonomi Islam menduduki posisi yang penting karena pembahasan distribusi pendapatan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi akan tetapi juga berkaitan dengan aspek sosial dan aspek politik. Dan sebenarnya konsep ekonomi islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, dimana ukuran berdasarkan atas jumalh harta kepemilikan, akan tetatpi bagaimana bisa mendistribusikan penggunaan potensi kemanusiaan, berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan. Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan kesamaan hak hidup.
Oleh karena itu dalam distribusi pendapatan berhubungan dengan beberapa masalah, bagaimana mengatur distribusi pendapatan dan penyalurannya kepada masyarakat?. Dalam Islam telah dianjurka untuk melaksanakan zakat, infak dan shadaqah dan lian sebagainya. Kemudian baitul mal membagikan kepada orang-orang yang membutuhkan untuk meringankan beban hidup, dengan cara memberi bantuan langhsung ataupun tidak langsung. Isalm tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam Islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana di antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda, mampu atau tidak mampu bisa saling menyantuni, maenghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan di atas akan terealisasi apabila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah SW

BAB II
PEMBAHASAN
DISTRIBUSI  PENDAPATAN  DALAM  PERSPEKTIF  ISLAM

Distribusi adalah suatu proses pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada factor-faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan antara ahli ekonomi karena tidaksamanya persepsi distribusi antara perekonomian kapitalis,sosialis yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat.untuk itu islam datang memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan.
Pendapatan diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi (1989), pendapatan (income), secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu.
Distribusi di tinjau dari segi kebahasaan berarti proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan, diantaranya sering kali melalui perantara. (Collins, 1994 : 162) Definisi yang dikemukakan Collins di atas, memiliki pemahaman yang sempit apabila dikaitkan dengan topik kajian di bahas. Hal ini disebabkan karena definisi tersebut cenderung mengarah pada prilaku ekonomi yang bersifat individual. Namun dari definisi di atas dapat di tarik suatu pemahaman, di mana dalam distribusi terdapat sebuah proses pendapatan dan pengeluaran dari sumber daya yang dimiliki oleh negara (mencakup prinsip take and give).
Adapun prinsip utama dalam konsep distribusi menurut pandangan Islam ialah peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja. (Rahman, 1995 : 93)
Selain itu, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa posisi distribusi dalam aktifitas ekonomi suatu pemerintahan amatlah penting, hal ini dikarenakan distribusi itu sendiri menjadi tujuan dari kebijakan fiskal dalam suatu pemerintahan (selain fungsi alokasi). Adapun distribusi, seringkali diaplikasikan dalam bentuk pungutan pajak (baik pajak yang bersifat individu maupun pajak perusahaan). Akan tetapi masyarakat juga dapat melaksanakan swadaya melalui pelembagaan ZIS, di mana dalam hal ini pemerintah tidak terlibat langsung dalam mobilisasi pengelolaan pendapatan ZIS yang diterima. (Karim, 1992 : 89-90)
Sementara Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi distribusi itu sebagai suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui Pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, shadaqah, wakaf dan zakat. (Zarqa, 1995 : 181)
Dari definisi yang dikemukakan oleh Anas Zarqa di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya ketika kita berbicara tentang aktifitas ekonomi di bidang distribusi, maka kita akan berbicara pula tentang konsep ekonomi yang ditawarkan oleh Islam. Hal ini lebih melihat pada bagaimana Islam mengenalkan konsep pemerataan pembagian hasil kekayaan negara melalui distribusi tersebut, yang tentunya pendapatan negara tidak terlepas dari konsep-konsep Islam, seperti zakat, wakaf, warisan dan lain sebagainya.

A.    OPTIMASI EKONOMI ISLAM VS KONVENSIONAL

Optimasi pada dasarnya menyangkut dua hal, yaitu: memaksimalkan segala sesuatu yang sifatnya menguntungkan. Kedua terkait dengan upaya untuk meminimalisasi sesuatu yang akan merugikan. Dalam prinsip ekonomi, untung dan rugi adalah dua hal yang pasti akan dihadapi oleh seseorang. Meskipun semua berlomba untuk mengejar keuntungan (profit), namun, ibarat takdir, rugi akan selalu menjadi sisi gelap upaya pencarian profit tersebut. Akhirnya, semua orang akan berupaya agar sebisa mungkin meminimalisir kerugian.
Selanjutnya, optimasi menjadi cara untuk memberikan solusi atas masalah-masalah tersebut. Optimasi menjadi alternatif agar pelaku ekonomi mampu mengetahui kapan dan bagaimana dia akan mendapatkan keuntungan yang maksimum dan kapan mengalami hal yang sebaliknya. Sehingga optimasi juga berupaya untuk meminimumkan kerugian yang kemungkinan diderita oleh para pelaku ekonomi.
Sebagai contoh, seorang tukang baso harus menghitung kapan dia akan mencapai performance profit terbaiknya. Apakah disaat volume penjualannya terus ditambah, atau pada volume penjualan di jumlah tertentu. Karena bisa saja ternyata ketika volume penjualan ditambah keuntungan malah tidak maksimal, lantaran jumlah pelanggan tidak sebanding dengan jumlah baso yang dijual, akhirnya ada sisa baso yang tidak terjual. Bila baso yang tidak terjual semakin banyak jumlahnya, otomatis ini akan mengurangi keuntungan tukang baso tersebut. Bahkan pada titik tertentu, pedagang bisa mengalami kerugian.
Dalam ekonomi konvensional, harga yang terus meningkat membuat para ibu rumah tangga bingung untuk membeli berbagai kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, beras, sayur mayur, lauk pauk. Dengan kebutuhan yang banyak tersebut, mereka harus pintar memilih barang-barang yang mana yang sesuai dengan keadaan keuangannya. Mereka harus bertindak rasional dalam pengertian dengan uang yang ada mereka mendapatkan barang-barang yang sesuai dengan keinginannya dan keluarganya. Prinsip yang mendasari tindakan yang dilakukan para ibu tersebut yang dinamakan prinsip ekonomi. 
Setiap orang memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhannya semaksimal mungkin yang dapat dilakukannya. Pemenuhan kebutuhan tersebut memerlukan langkah-langkah dan tindakan. Tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya dapat dikatakan sebagai tindakan ekonomi. Tindakan yang dilakukan seseorang pasti mempunyai alasan yang jelas atau karena ada dorongan yang kuat untuk melakukan tindakan ekonomi. Alasan yang mendorong seseorang melakukan tindakan ekonomi dinamakan motif ekonomi.
Alasan tersebut bermacam-macam diantaranya untuk memenuhi kebutuhan, memperoleh keuntungan, kekuasaan ekonomi, dan sebagainya. Kebutuhan setiap orang tidak ada batasnya. Setelah kebutuhan yang satu terpenuhi, akan muncul kebutuhan lainnya. Sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh seseorang berpedoman pada prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil maksimal. Jadi, tindakan ekonomi harus didorong oleh motif ekonomi dan didasari oleh prinsip ekonomi.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. 
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain adalah:
a. Dalam sistem ekonomi Islam asumsi dasarnya adalah syari'ah Islam, diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan maupun penguasa/pemerintah.
b. Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomi rakyat.
c. Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama sekali.
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan sistem ekonomi yang lain, dimana dalam sistem ekonomi Islam terdapat nilai moral dan nilai ibadah dalam setiap kegiatannya.

B. FAKTOR PRODUKSI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
1. Faktor Produksi
Kata produk berasal dari bahasa Inggris "product" yang berarti sesuatu yang diproduksi oleh tenaga kerja atau sejenisnya.Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru dengan menggunakan sumber daya alam yang ada sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran.Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses produksi disebut Produsen. Contoh : pabrik baterai yang memproduksi batu baterai, tukang mie ayam yang membuat mie yamin, tukang pijat yang memberikan pelayanan jasa pijat dan urut kepada para pelanggannya, dan lain sebagainya.       
a.      Teori Produksi
Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian  luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk  memenuhi  kebutuhan  manusia,  bukan  untuk  memproduksi  barang  mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh  kekayaan  yang  lebih  banyak  lagi  dalam menuntut  kehidupan ekonomi. Dengan memberikan  landasan  rohani  bagi manusia  sehingga  sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.
Produksi merupakan suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi suatu output. Produsen dalam melakukan kegiatan produksi, mempunyai landasan teknis, yang didalam teori ekonomi disebut “fungsi produksi”. 
Fungsi Produksi adalah suatu  persamaan yang menunjukan hubungan ketergantungan (fungsional) antara tingkat input yang digunakan dalam proses produksi dengan tingkat output yang dihasilkan.
b.      Prinsip-Prinsip Produksi
Prinsip fundamental yang harus diperhatikan produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sisitem ekonimi kapitalis kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukuran uang. Karena kesejahteraan Ekonomi modern bersifat materialistis.
Sistem produksi dalam Islam baik dalam Negara Islam harus dikendalikan oleh kriteria obyektif maupun subyektif, kriteria obyektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yamg dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah Allah dalam kitab suci Al Qur’an.
Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang prinsip-prinsip produksi sbb:
1)      Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2)      Islam  selalu  mendorong  kemajuan  di  bidang  produksi  melalui  penelitian, eksperimen dan perhitungan dalam proses pengambangan produksi.
3)      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4)      Dalam  berinovasi  dan  bereksperimen  prinsipnya  Islam  menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
c.       Pentingnya Produksi
Pentingnya  peranan  produksi  dalam  memakmurkan  kehidupan  suatu  bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits, seperti : Surat al Qashash ayat 73 :“Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”. Surat ar Rum ayat 23 :“Dan usahamu mencari bagian dari karuniaNya.”  
Apabila dikaji secara  terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa  penekanan  atas  usaha  manusia  untuk  memperoleh  sumber  penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi yang mendasar di dalam Islam.
Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang dibolehkan  bagi manusia untuk memanfaatkan  sumber  alam  yang  tak  ternatas dalam rangka  memenuhi  kebutuhan  manusia  yang  tak  terbatas.  Al  Qur’an  bukan  hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara sungguh-sungguh  dan  terus mengingatkan  keadaan  sosial  dan  ekonomi,  tetapi  telah juga  mendorong  untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi  ialah untuk diberikan kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk memperoleh rizki. Tersedianya  rizki  berkaitan  erat  dengan  usaha  manusia.  Usaha  yang  keras  akan menghasilkan  sesuatu  yang  optimal,  ganjaran  dan  kemurahan  dan  keberhasilan  yang tidak ada batasnya.
Bagi  Islam, memproduksi  sesuatu  bukanlah  sekedar untuk dikonsumsi  sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi.  Islammenekankan  bahwa  setiap  kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57: 7).
Agar mampu mengemban  fungsi  sosial  seoptimal mungkin,  kegiatan  produksi  harus melampaui  surplus  untuk mencukupi  kebutuhan  konsumtif  dan meraih  keuntungan finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial. Melalui  konsep  ini,  kegiatan  produksi  harus  bergerak  di  atas  dua  garis  optimalisasi. Optimalisasi pertama  adalah mengupayakan  berfungsinya  sumber dayainsani  ke  arah pencapaian  kondisi  full  employment  (tanpa  pengangguran),  dimana  setiap  orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan primer  (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan  kebutuhan  tersier  (tahsiniyyat)  secara proporsional.


d.      Faktor-faktor Produksi 
Ada beberapa jenis faktor produksi yaitu :
1.         Tanah
Tanah  mengandung  pengertian  yang  luas,  yaitu  termasuk  semua  sumber yang  kita  peroleh  dari  udara,  laut,  gunung,  dan  sebagainya,  sampai  keadaan geografi, angin, dan iklim yang terkandung dalam tanah. Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah :
a) Bumi  (tanah)  merupakan  permukaan  tanah  yang  di  atasnya  kita  dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah, perusahaan.
b) Mineral, seperti logam, bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat dimanfaatkan oleh manusia.
c) Gunung,  merupakan  suatu  sumber  lain  yang menjadi  sumber  tenaga  asli yang  membantu  dalam  mengeluarkan  harta  kekayaan.  Gunung-gunung berfungsi  sebagai  penadah  hujan  dan  menajdi  aliran  sungai-sungai  dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki masing-masing.
d) Hutan, merupakan sumber kekayaan alam yang penting. Hutan memberikan bahan  api,  bahan-bahan mentah untuk  industri  kertas,  damar,  perkapalan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya.
e) Hewan, mempunyai kegunaan memberikan daging, susu, dan  lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.
Baik  Al  Qur’an  maupun  sunnah  banyak  memberikan  tekanan  pada pembudidayaan  tanah  secara  baik.  Dengan  demikian,  Al  Qur’an  menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan mengadakan  pengaturan  pengairan,  dan menanaminya  dengan  tanaman  yang baik. Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan  apakah mereka  tidak memerhatikan  bahwasanya Kami menghalau hujan  ke  bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri…”
Tanah dapat dipandang dari dua sisi yaitu  :
  1. Tanah sebagai Sumber Daya Alam
Seorang Muslim  dapat memperoleh  hak milik  atas  sumber-sumber daya  alam  setelah  memenuhi  kewajibannya  terhadap  masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan  sumber-sumber daya alam  itu dapat menimbulkan  dua  komponen  penghasilan,  yaitu  :  (a)  penghasilan dari sumber-sumber daya alam sendiri (yaitu sewa ekonomis murni) dan  (b)  penghasilan  dari  perbaikan  dalam  penggunaan  sumber-sumber  daya  alam melalui  kerja manusia  dan modal.  Jadi manusia berhak  untuk  memanfaatkan  dan  memiliki  tanah  untuk dipergunakan dalam mencari nafkah dan menggunakannya  sebagai salah satu faktor produksi.
  1. Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat Habis (Exhaustable).
Menurut  pandangan  Islam  sumber  daya  yang  dapat  habis  adalah milik  generasi  kini  maupun  generasi-generasi  masa  yang  akan datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan sumber-sumber  daya  yang  dapat  habis  sehingga menimbulkan  bahaya  bagi generasi  yang  akan  datang.  Dari  analisis  tersebut,  hipotesis  atau kebijaksanaan pedoman dapat disusun sebagai berikut :
1) Pembangunan  pertanian  pada  negara-negara  Islam  dapat ditingkatkan  melalui  metode  penanaman  yang  intensif  dan ekstensif  jika  dilengkapi  dengan  suatu  program  pendidikan moral, berdasarkan ajaran Islam.
2) Penghasilan yang diperoleh dari penggunaan sumber daya yang dapat  habis  (exhaustable  resources)  lebih  digunakan  untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan untuk  infrastruktur  fisik daripada  konsumsi  sekarang ini
3) Sewa  ekonomis murni  boleh  lebih  digunakan  untuk memenuhi tingkat pengeluaran konsumsi sekarang ini.

2.      Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau buruh merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem  ekonomi  terlepas  dari  kecenderungan  ideologi  mereka.  Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan, keadaan yang  tidak  terpisahkan dari buruh itu  sendiri,  ketidakpekaan  jangka  pendek  terhadap  permintaan  buruh,  dan yang mempunyai  sikap  dalam  penentuan  upah, merupakan  hal  yang  sama pada semua sistem.
Tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan  atau  pikiran  untuk  mendapatkan  imbalan  yang  pantas.  Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik maupun pikiran.
Manusia  diciptakan  untuk  bekerja  dan  mencari  penghidupan  masing-masing. Seperti disebutkan dalam surat al Balad ayat 4 : “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad  berarti  kesusahan,  kesukaran, perjuangan dan  kesulitan  akibat  bekerja keras. Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia ditakdirkan berada pada  kedudukan  yang  tinggi  (mulia)  tetapi  kemajuan  tersebut dapat dicapai melalui ketekunan dan bekerja keras. Di samping itu pengertian “kabad” juga menunjukkan  bahwa  manusia  hendaknya  berupaya  untuk  melakukan  dan menanggung  segala  kesukaran  dan  kesusahan  dalam  perjuangan  untuk mencapai tujuan. Rasulullah  saw,  senantiasa  menyuruh  umatnya  bekerja  dan  tidak menyukai manusia yang bergantung kepada kelebihan saja.
Dalam  Islam,  buruh  bukan  hanya  suatu  jumlah  usaha  atau  jasa  abstrak yang  ditawarkan  untuk  dijual  pada  para  pencari  tenaga  kerja. Mereka  yang mempekerjakan  buruh mempunyai  tanggung  jawab moral dan  sosial. Dalam kenyataannya,  seorang  pekerja  modern  memiliki  tenaga  kerja  yang  berhak dijualnya dengan harga setinggi mungkin (upah tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak  mutlak  bebas  untuk  berbuat  apa  saja  yang  dikehendakinya  dengan tenaga kerjanya itu. Baik pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras. Semua  tanggung  jawab  buruh  tidak  berakhir  pada  waktu  seorang  pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi  kepentingan  yang  sah,  baik  kepentingan  para  majikan  maupun para pekerja yang kurang beruntung.
Dengan  demikian,  dalam  Islam  buruh  digunakan  dalam  arti  yang  lebih luas  namun  lebih  terbatas.  Lebih  luas,  karena  hanya  memandang  pada penggunaan  jasa buruh di  luar batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas dalam arti bahwa seorang pekerja tidak secara mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu.  Tenaga kerja secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
  1. Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya pekerja bangunan,   pandai besi,  dan  sebagainya. Allah memuliakan  hambanya meskipun  yang bekerja  sebagai  pekerja  kasar.  Banyak  ayat  dan  riwayat  yang membahas  tentang  kegiatan  para  nabi  terkait  dengan  peghargaan terhadap  para  pekerja  kasar  –pekerja/tukang  Nabi  Sulaiman,  Nabi Hud dengan pembuatan kapal, dan sebagainya.
  2. Tenaga  kerja  terdidik.  Dalam  al  Qur’an  disebutkan  tentang  tenaga ahli.  Cerita  tentang  Nabi  Yusuf  yang  diakui  pengetahuan  dan kejujurannya  oleh  raja  yang  mempercayakan  tugas  mengurus  dan menjaga gudang padi dan  sebagainya. Hal  itu menunjukkan  bahwa faktor  keahlian  dan  pendidikan  menjadi  sangat  penting  dalam bekerja.
Pemilihan tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor :
a)      Kecakapan tenaga kerja, merupakan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh  tenaga  kerja.  Islam  menjunjung  tinggi  hasil  kerja  yang  cakap  dan memerintahkan  umat  Islam  untuk  mengajarkan  semua  jenis  kerja  dengan tekun  dan  sempurna.  Kecakapan  tenaga  kerja  tergantung  pada  tiga  faktor yaitu : kesehatan fisik, mental dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
b)      Mobilisasi  tenaga  kerja,  merupakan  pergerakan  tenaga  kerja  dari  suatu kawasan  geografi  ke  kawasan  yang  lain.  Mobilisasi  terkait  erat  dengan kondisi  ekonomi  pekerja. Mobilisasi  dipengaruhi  oleh  faktor  tingkat  upah, dimana  biasanya  pekerja  akan  berupaya  untuk mencari  tempat  kerja  yang memberikan  tingkat  upah  lebih  tinggi.  Al  Qur’an  membolehkan  adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
c)      Penduduk,  jumlah penduduk merupakan  faktor yang sangat memengaruhi terhadap  penawaran  tenaga  kerja.  Idealnya  pertumbuhan  penduduk seiring/seimbang  dengan  pertumbuhan  lapangan  kerja  (pertumbuhan ekonomi).
Islam  memberikan  kebebasan  dalam  hal  mencari  lapangan  pekerjaan baik macam maupun wilayah  kerja  demi mendapatkan  kehidupan  yang  lebih baik.  Namun  Islam  tetap menggariskan  bahwa  ada  pekerjaan  yang  halal  dan haram.
Setiap  pekerjaan  yang  halal  terbuka  untuk  semua  orang  tanpa memandang  warna  kulit,  keturunan  atau  kepercayaan.  Islam  mengajarkan umatnya agar menghormati saudara seagama tanpa memandang pekerjaan dan ia  memberikan  kemuliaan  dan  status  kepada  golongan  buruh.  AlQur’an membuat  banyak  contoh  tentang  kehidupan  para  Rasul  yang  bekerja  dengan tenaga sendiri untuk kehidupannya.
3.      Modal     
Modal  merupakan  asset  yang  digunakan  untuk  distribusi  asset  yang berikutnya. Modal dapat memberikan  kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan yang lebih banyak. Pentingnya  modal  dalam  kehidupan  manusia  ditunjukkan  dalam  Al  Qur’an surat Ali Imran ayat  14 yang artinya :“Dijadikan  indah  pada  (pandangan) manusia  kecintaan  kepada  apa-apa  yang  diingini, yaitu  :  wanita-wanita,  anak-anak,  harta  yang  banyak  dari  jenis  emas,  perak,  kuda pilihan, binatang-binatang  ternak dan  sawah  lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (syurga).”
Kata mataa’u  berarti modal berupa emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk  bentuk  modal  yang  lain).  Kata  zainu  menunjukkan  kepentingan modal bagi kehidupan manusia.
Sedangkan Rasulullah menekankan kepentingan modal dalam sabdanya ;“Tidak  boleh  iri  kecuali  kepada  dua  perkara  yaitu  :  orang  yang  hartanya  digunakan untuk  jalan  kebenaran  dan  orang  yang  ilmu pengetahuannya  diamalkan  kepada  orang lain.”Dari  hadits  tersebut  diketahui    bahwa mencari  ilmu  sama  pentingnya  dengan mencari harta.
Dalam perspektif  ekonomi  konvensional, modal dapat  tumbuh dari  sebagian pendapatan  yang  ditabungkan  oleh  masyarakat.  Besarnya  tabungan  dipengaruhi oleh  tingkat  bunga. Menurut  ekonomi  konvensional,  semakin  tinggi  tingkat  bunga semakin  besar  imbalan  tabungan,  semakin  tinggi  pula  kecenderungan  untuk menabung  dan  sebaliknya.  Menurut  Keynes,  tingkat  bunga  yang  tinggi  akan menekan  kegiatan  ekonomi  dan  menyebabkan  volume  penanaman  modal  yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan uang yang terkumpul akan mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama untuk menabung, volume tabungan akan berkurang.  Kenyataannya  adalah  bahwa  jika  individu-individu  rasional,  mereka mungkin  lebih  banyak menabungkan  penghasilan mereka,  bila  tingkat  bunganya tinggi.  Suatu  tingkat  bunga  yang  tinggi  berarti  lebih  tingginya  imbalan  bagi tabungan.  Oleh  karena  itu,  berdasarkan  alasan-alasan  murni,  orang  akan  lebih banyak menabung.
Yang  terpenting  dalam  hal  ini  ialah  bahwa modal  dapat  juga  tumbuh  dalam perekonomian masyarakat yang bebas bunga. Islam membolehkan adanya laba yang berlaku sebagai insentif untuk menabung. Islam membolehkan dua cara pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang  yang  berkurang  (mengurangi  tingkat  konsumsi  untuk  menabung)  dan konsumsi  mendatang  yang  bertambah.  Dengan  demikian  memungkinkan  modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi.
4.      Organisasi
Organisasi  atau  manajemen  merupakan  proses  merencanakan  dan mengarahkan  kegiatan  usaha  perusahaan  untuk  mencapai  tujuan.  Organisasi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Pentingnya perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri adalah perencana yang terbaik. Seperti disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 173 yang artinya :“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik pelindung.”  
Peranan  organisasi  dalam  Islam  sangat  penting,  apalagi  jika  dikaitkan  dengan kegiatan  produksi.  Ada  beberapa  ciri  mendasar  yang  harus  dimiliki  oleh organisasi  Islam  terkait  dengan  fungsinya  sebagai  salah  satu  faktor  produksi, yaitu :
a)      Dalam  ekonomi  Islam  yang  pada  hakekatnya  lebih  berdasarkan  ekuiti (equity-based)  daripada  berdasarkan  pinjaman  (loan-based),  para  manajer cenderung  mengelola  perusahaan  yang  bersangkutan  dengan  pandangan untuk  membagi  dividen  di  kalangan  pemegang  saham  atau  berbagi keuntungan di antara mitra  suatu usaha  ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian  sangatlah  berbeda  dalam  arti  bahwa  mereka  cenderung  untuk mendorong  kekuatan-kekuatan  koperatif melalui  berbagai  bentuk  investasi berdasarkan  persekutuan  dalam  bermacam-macam  bentk  seperti musyarakah, mudharabah, dan lain-lain.
b)      Sebagai  akibatnya,  pengertian  tentang  keuntungan  biasa  mempunyai  arti yang  lebih  luas  dalam  kerangka  ekonomi  Islam  karena  bunga  pada modal tidak  dapat  dikenakan  lagi. Modal  manusia  yang  diberikan  oleh  manajer harus  diintegrasikan  dengan  modal  yang  berbentuk  uang.  Perilaku mengutamakan  kepentingan  orang  lain  dalam  Islam,  mungkin  berbeda dalam  kenyataan  dan  siasat  pengelolaannya,  kecuali  bila  secara  kebetulan perilaku  sebenarnya  dari  organisasi  tersebut  serupa  dengan  tindakan  yang diperlukan dalam memaksimalkan keuntungan. Hal  ini  tidak berarti bahwa manajemen  tidak  berusaha  untuk  mencari  laba.  Arti  yang  sesungguhnya bahwa  organisasi  Islam  sebagai  faktor produksi berbeda dengan organisasi dalam  ekonomi  konvensional/secular,  baik  pada  tingkatan  konseptual maupun pada tingkatan operasional dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan yang tunduk pada kendala-kendala keuntungan.
c)      Karena  sifat  terpadu  organisasi  inilah  tuntutan  akan  integritas  moral, ketepatan  dan  kejujuran  dalam  proses  perakunan  (accounting)  jauh  lebih diperlukan daripada dalam organisasi secular.
d)     Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai signifikansi lebih  diakui  dibandingkan  dengan  strategi  manajemen  lainnya  yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.


e.  Tujuan Produksi
Tujuan  dari  kegiatan produksi   mencapai  dua hal pokok  pada  tingkat pribadi muslim dan umat Islam adalah :
a) Memenuhi  kebutuhan  setiap  individu.  Di  dalam  ekonomi  Islam  kegiatan produksi  menjadi  sesuatu  yang  unik  dan  istimewa  sebab  di  dalamnya terdapat  faktor  itqan  (profesionalitas)  yang  dicintai  Allah  dan  ihsan  yang diwajibkan  Allah  atas  segala  sesuatu.  Pada  tingkat  pribadi  muslim, tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
b) Merealisasikan  kemandirian  umat,  hendaknya  umat  memiliki  berbagai kemampuan,  keahlian  dan  prasarana  yang  memungkinkan  terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual.
Dalam  upaya merealisasikan  pemenuhan  kebutuhan umat  ada  beberapa  hal  yang perlu dilakukan, yaitu :
a) Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan  seperti disyari’atkan oleh  Nabi  Yusuf  adalah  selama  15  tahun.  Perencanaannya  mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran dan distribusi.
b)  Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
c)  Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
d)  Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
e)  Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.

2. Distribusi Pendapatan

Dalam aktivitas perekonomian distribusi ada dua, yaitu: distribusi pendapatan dan distribusi kekayaaan, baik yang sifatnya melalui kegiatan-kegiatan ekonomi maupun yang bersifat sosial.
Muhammad Anas Zarqa mengungkapkan ada beberapa faktor yang menjadi dasar distribusi, yaitu tukar menukar (exchange), kebutuhan (need), kekuasaan (power), sistem sosial (social system), dan nilai etika (ethical values). Sangat penting memelihara distribusi agar tercipta sebuah perekonomian yang dinamis, adil dan produktif. Contoh yang sangat jelas dari urgensi distribusi dalam islam adalah eksistensinya mekanisme zakat dalam ekonomi.
Fungsi distribusi dalam aktivitas ekonomi pada hakikatnya mempertemukan kepentingan konsumen dan produsen dengan tujuan kemaslahatan ummat. Ketika konsumen dan produsen memiliki motif utama yakni memenuhi kebutuhan maka distribusi melayani kepentingan ini dan memperlancar segala usaha menuju ke arah motif dan tujuan ini. Dalam Islam penjaminan kelancaran distribusi ini sudah disistemkan melalui prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan syariah, misalnya kewajiban menjalankan mekanisme zakat dan mekanisme jual beli yang diatur oleh syariah.
Konsep islam menjamin sebuah distribusi pendapatan yang memuat nilai-nilai insani, karena dalam konsep Islam distribusi pendapatan meliputi:
1.      Kedudukan manusia yang berbeda antara satu dengan yang lain merupakan kehendak Allah. Allah berfirman:
“ Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya amat cepat siksa-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi maha penyayang” (QS. Al-An’aam: 165).
2.      Pemilikan harta pada hanya beberapa orang dalam suatu masyarakat akan menimbulkan ketidakseimbangan hidup dan preseden buruk bagi kehidupan. Allah berfirman:
“ Dan orang-orang yang zalim itu hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada diri mereka dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Huud: 116).
3.      Pemerintah dan masyarakat mempunyai peran penting untuk mendistribusikan kekayaan kepada masyarakat. Allah berfirman: “ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang meminta bagian” (QS. Adz-Dzariyaat: 19).
4.       Islam menganjurkan untuk membagikan harta lewat zakat, sedekah, infaq dan lainnya guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan sosial. Allah berfirman:
“ Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” (QS. Al-Hasyr: 7). Konsep Islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, dimana ukuran berdasarkan atas jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana distribusi penggunaan potensi kemanusiaannya yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan diutamakan. Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara manusia akan kesamaan hak hidup. Islam telah menganjurkan untuk mengerjakan zakat, infaq, dan shodaqoh. Kemudian baitul maal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung ataupun tidak langsung. Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam Islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda, mampu atau tidak mampu saling bisa menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan di atas akan terealisasi bila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah SWT.
Distribusi pendapatan dalam islam merupakan penyaluran harta yang ada, baik dimiliki oleh pribadi atau umum (publik) kepada pihak yang berhak menerima, dan umum meningkatkan kesejahteraan masayrakat, sesuai dengan peraturan yang ada dalam islam (syaria’t). Fokus dari distribusi pendapatan dalam Islam adalah proses pendistribusiannya dan bukan output dari distribusi tersebut. Dengan demikian jika pasar mengalami kegagalan (fairlure) ataupun not fair untuk berlaku sebagai instrument distribusi pendapatan, maka frame fastabiqul khairat akan menagrahkan semua pelaku pasar berikut perangkat kebijakan pemerintahnya kepada proses redistrubusi pandapatan. Secara sederhana bisa digambarkan, kewajiban menyisihkan sebagian harta bagi pihak surplus(yang berkecukupan) diyakini sebagai kompensasi atas kekeyaannya dan di sisi lain merupakan insentif (perangsang) untuk kekayaan pihak deficit agar dapat dikembangkan kepada yang lebih baik (surplus).
Beberapa contoh distribusi dalam islam
1)  Zakat    
Salah satu perhatian pokok ilmu ekonomi islam adalah mewujudkan keadilan distributife.Karena itu,semua keadaan ekonomi yang didasarkan pada ketidakseimbangan (zulm) harus diganti dengan keadaan-keadaan yang memenuhi tuntutan keseimbangan.dengan kata lain,ekonomi islam akan berusaha memaksimalkan kesejahteraan total.Tindakan social harus digerakkan secara langsung untuk perbaikan kesejahteraan kalangan yang kurang beruntung dalam masyarakat melalui zakat,infaq serta sodaqoh.
2)  Warisan
Hukum waris merupakan suatu aturan yang sangat penting dalam mengurangi ketidakadilan distribusi kekayaan.Hukum waris merupakan alat penimbang yang sangat kuat dan efektif untuk mencegah pengumpulan kekayaan dikalangan tertentu dan pengembangannya dalam kelompok-kelompok besar dalam masyarakat. Tokoh-tokoh ekonomi seperti Keynes, Taussig dan irfing fisher menyetujui bahwa pembagian warisan yang tidak merata merupakan penyebab utama dari ketidak adilan masyarakat,Menurut Taussig,warisan mempunyai dampak yang sangat besar dalm masyarakat.
Menurut hukum waris islam, harta milik orang lain yang telah meninggal dibagi pada keluarga terdekat, yaitu anak laki-laki/perempuan, saudara, ibu/bapak, suami/istri dan lain-lain. Jika seseorang tidak mempunyai keluarga dekat sama sekali,maka harta bendanya diambil alih oleh Negara. Dengan demikian waris bertujuan untuk menyebarkanluaskan pembagian kekayaan dan mencegah penimbunan harta dalam bentuk apapun.
3)  Larangan Penimbunan
Di dalam islam melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen.menimbun adalah membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya dengan harga tinggi.Penimbunan dilarang dalam islam hal ini dikarenakan agar supaya harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu.
Seperti dalam sebuah haditsyang artinya:” “siapa saja yang melakukan penimbunan untuk mendapatkan harga yang paling tinggi,dengan tujuan mengecoh orang islam maka termasuk perbuatan yang salah”(H.R Ahmad)
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa perbuatan yang salah yaitu menyimpang dari peraturan jual-beli atau perdagangan dalam system ekonomi islam yang berdasarkan al-quran dan hadits.Dalam hadits itu tidak ditentukan jenis barang yang dilarang ditimbun.Akan tetapi hadits lain yang segaris menyatakan bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah makanan.muncul pebedaan pendapat dikalangan ulama tentang jenis barang yang dilarang ditimbun.menurut al-syafi”iyah dan Hanabilah,barang yang dilarang ditimbun adalah kebutuhan primer.Abu yusuf berpendapat bahwa barang yang dilarang ditimbun adalah semua barang yang dapat menyebabkan kemadaratan orang lain,termasuk emas dan perak.
Pada dasarnya nabi melarang menimbun barang pangan selama 40 hari,biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak ada dipasar karena ditimbun,padahal masyarakat sangat membutuhkannya.bila penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendistribusian barang dari produsen ke konsumen,maka belum di anggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Namun bila bertujuan menungu saatnya naik harga sekalipun hanya satu hari maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan.
Distribusi pendapatan dalam islam yang dijadikan batasan kebutuhan adalah maqasidul Syar’i (agama, diri/personal, akal, keturunan dan harta). Sistematika yan dikembangkan oleh para fuqoha dalam memenuhi maqasidul Syar’I mengacu pada skala prioritasdengan urutan sebagai berikut: 1) Ad-Daruriyyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kebaikan dan kepentingan umumdalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat. 2) Al-Hajiyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kemudahan dan penghindaran dari kesulitandalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat. 3) At-Tashniyyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kelengkapan dan kecakapan melaksanakan hidup di dunia dan di akhirat.
Islam sendiri menawarkan konsep optimalisasi proses distribusi-redistribusi pendapatan. Konsep ini menuntut bantuan otoritas dari pemerintah (Negara) dan ada pula yang memang sangat bergantung pada konsep ketaatan dan karitatif personal (rumah tangga) maupun masyrakat muslim.
1.      Dampak Distribusi Pendapatan Dalam Islam
Dalam konsep Islam perilaku distribusi pendapatan masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, distribusi dalam Islam akan menciptakan kehidupan yang saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain, karena antara satu dengan yang lain tidak akan sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain.
Dalam Islam distribusi tidak hanya didasarkan optimalisasi dampak barang tersebut terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh barang tersebut terhadap prilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.
Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan. Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti: sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, dll. Sarana tersebut sebagai bentuk soft distribution yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang berkaitan.


2.      Distribusi Kekayaan
Kekayaan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bernilai ekonomi (berupa uang, barang atau hak cipta yang bersifat abstrak) yang dimiliki oleh seseorang, baik yang bersumber dari pendapatannya maupun simpanannya (harta).
Dalam Islam memang diyakini bahwa Allah SWT memberikan harta pada seluruh ummat tidak merata. Ada yang mendapatkan harta melebihi kebutuhan hidupnya dan ada yang sedikit dibawah jumlah kebutuhan mereka sehingga diperlukan interaksi dalam distribusi harta. Dengan ketentuan kolektifitas yang dimiliki sistem ekonomi Islam kelangkaan menjadi bukan masalah.
“ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (tidak meminta)” (QS. Adz-Dzariyat: 19).
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam menjamin kehidupan tiap individu serta jamaah untuk tetap sebagai sebuah komunitas yang berpegang pada ketentuan yang ada. Akan tetapi apabila masyarakat berdiri di atas kesenjangan yang lebar antara individu yang lain dalam memenuhi kebutuhannya maka harus diwujudkan adanya keseimbangan antara individu dengan mengupayakan distribusi yang merata. Mekanisme kepemilikan terhadap sesuatu tidak dapat dilakukan oleh semua individu maka diperlukan sistem yang menjamin terjadinya distribusi dalam perekonomian.
Kekayaan merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia untuk dipergunakan untuk kebaikan. Amanah bagi seorang muslim dipahami sebagai suatu kepercayaan Allah maka pemahaman amanah ini menjadikan seoarang muslim bersikap lebih arif dalam mengelola kekayaannya. Oleh karenanya, kekayaan yang dimiliki seorang muslim menjadi berkah bagi masyarakat disekitarnya. Allah berfirman: “ Dan Allah melebihkan sebagian diantara kamu dari sebagian yang lain dalan hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl: 71).
3.      Perbedaan Distribusi Pendapatan Dalam Perekonomian Islam dan Konvensional
Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan distribusi dalam ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi proses produksi bagi setiap proyek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan pada komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu empat komponen berikut:
1. Upah,  yaitu upah bagi para pekerja, dan sering kali dalam hal upah, para pekerja diperalat desakan kebutuhannya dan diberi upah di bawah standar.
2. Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal (interest on capital) yang diharuskan pada pemilik proyek.
3. Ongkos, yaitu ongkos untuk sewa tanah yang dipakai untuk proyek; dan
4.  Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang menjalankan praktek pengelolaan proyek dan manajemen proyek, dan ia bertanggung jawab sepenuhnya.
Akibat dari perbedaan komposisi andil dalam produksi yang dimiliki oleh masing-masing individu, berbeda-beda pula pendapatan yang didapat oleh masing-masing individu. Islam menolak butir kedua dari empat unsur tersebut di atas, yaitu unsur bunga. Para ulama Islam telah sepakat dan lembaga-lembaga fiqih –termasuk MUI juga telah mengeluarkan fatwa– bahwa setiap bentuk bunga adalah riba yang diharamkan. Adapun ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya.
Sedangkan dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik negara. Semua pekerja berada dalam kekuasaan dan rezim negara. Prinsip dalam distribusi pendapatan dan kekayaan adalah sesuai apa yang ditetapkan oleh rakyat yang diwakili oleh negara dan tidak ditentukan oleh pasar. Negara adalah yang merencanakan produksi nasional. Negara pula yang meletakkan kebijakan umum distribusi dengan segala macamnya baik berupa upah, gaji, bunga, maupun ongkos sewa.
Kaum sosialis mengecam masyarakat kapitalis karena di dalam masyarakat kapitalis kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan mayoritas masyarakat adalah kaum miskin. Mereka menaruh perhatian pada produksi barang-barang perelengkapan dan barang-barang mewah yang merealisasikan kaum kaya dengan keuntungan yang tinggi bagi para pemilik modal, produksi prabotan mewah, alat-alat kecantikan, dan berbagai macam barang kemewahan tanpa menaruh perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat luas yang kebanyakan dari kaum fakir. Kadang kala mereka memproduksi barang-barang yang bermanfaat seperti gandum, susu dan lainnya tetapi jika harganya anjlok, maka mereka spontan tidak segan-segan memusnahkannya dengan melemparkannya ke laut atau membakarnya agar harganya tetap mahal seperti yang diinginkannya.
Dalam kekuasaan sistem kapitalis barlangsung praktek-praktek monopoli yang sangat besar dan mengerikan. Kadang kala menjadi perusahaan yang bergerak dalam berbagai macam jenis usaha samapai sebagian perusahaan tersebut menjadi sebuah negara dalam negara, yang tidak tunduk pada pemeintahan setempat. Bahkan memaksa pemerintahan setempat tunduk kepada kemauan dan kepentingan mereka dengan melakukan penyuapan secara jelas dan memuaskan. Dengan demikian tidak seorang pun yang dapat memaksa mereka membuat suatu jenis produksi dan menentukkan jumlah keuntungan karena mereka sendiri yang mengatur dan menentukkan produksi dan harga.
Kritik kaum sosialis terhadap kaum kapitalis tersebut memang benar. Tetapi, mereka memerangi kebatilan dengan hal yang lebih batil darinya. Mereka berlindung di bawah kekuasaan sosialisme dari monopoli kapitalisme kepada monopoli yang lebih buruk dan lebih parah, yaitu monopoli negara yang menguasai semua sarana produksi seperti tanah, pabrik, dan ladang-ladang penambangan. Negara menguasai keuntungan dan tidak dikembalikan –seperti pengakuan mereka – kepada para buruh (pekerja) yang memimpikan surga yang dijanjikan untuk mereka dalam bayang-bayang sistem sosialisme.
Sosialisme tidak dapat menghapuskan jurang perbedaan yang dikenal di dalam kapitalisme. Bahkan, di dalam sosialisme terdapat perbedaan yang mengerikan dalam soal upah antara dua batas; maksimum dan minimum mencapai perbandingan (1-50) yaitu gaji tertinggi sama dengan lima puluh kali lipat dari gaji kecil.
Ekonomi Islam terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas pilar-pilar yang lain, yang menekankan pada distribusi para produksi, yaitu pada distribusi sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya? Apa hak-hak, dan kewajiban-kewajiban atas kepelikan? Hal ini bukan berarti Islam tidak menaruh perhatian kepada kompensasi produksi. Ia memperlihatkannya juga sebagaimana kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra pekerja dan upah mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka tunaikan. Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada  dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.
Pembayaran sewa tidak bertentangan dengan jiwa Islam Kedua, perbedaan upah akibat bakat dan kesanggupan diakui oleh Islam. Syarat pokoknya adalah majikan tidak mengisap para pekerja dan mereka harus membayar haknya. Ketiga, terdapat kontroversi antara riba dan bunga. Tapi bila arti riba dipandang dalam perspektif sejarahnya tampaknya tidak terdapat perbedaan antara riba dan bunga. Keempat, Islam membolehkan laba biasa bukan laba monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi.
Dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik negara. Semua pekerja berada dalam kekuasaan dan rezim negara. Prinsip dalam distribusi pendapatan dan kekayaan adalah sesuai apa yang ditetapkan oleh rakyat yang diwakili oleh negara dan tidak ditentukan oleh pasar. Negara adalah yang merencanakan produksi nasional. Negara pula yang meletakkan kebijakan umum distribusi dengan segala macamnya baik berupa upah, gaji, bungan, maupun ongkos sewa.
Sedangkan dalam ekonomi kapitalis kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan mayoritas masyarakat adalah kaum miskin. Mereka menaruh perhatian pada produksi barang-barang perelengkapan dan barang-barang mewah yang merealisasikan kaum kaya dengan keuntungan yang tinggi bagi para pemilik modal, produksi prabotan mewah, alat-alat kecantikan, dan berbagai macam barang kemewahan tanpa menaruh perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat luas yang kebanyakan dari kaum fakir.
Lain hanya, dalam ekonomi Islam menolak butir kedua dari empat unsur (upah, sewa, bunga, keuntungan), yaitu unsur bunga. ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya. Ekonomi Islam terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas pilar-pilar yang lain, yang menekankan pada distribusi para produksi, yaitu pada distribusi sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya. memperlihatkannya juga sebagaimana kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra pekerja dan upah mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka tunaikan. Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada  dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.






BAB III
KESIMPULAN
Distribusi adalah suatu proses pembagian (sebagaian hasil penjualan produk) kepada factor-faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.distribusi pendapatan merupakan permasalahan yang sangat rumit hingga saat ini masih sering dijadikan bahan perdebatan antara ahli ekonomi karena tidaksamanya persepsi distribusi antara perekonomian kapitalis,sosialis yang hingga saat ini belum bisa memberikan solusi yang adil dan merata terhadap masalah pendistribusian pendapatan dalam masyarakat.untuk itu islam datang memberikan prinsip dasar distribusi kekayaan dan pendapatan.
Pendapatan diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi (1989), pendapatan (income), secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu.  Zakat,infaq shadaqah merupakan contoh distribusi dalam islam.
Setiap  kegiatan  produksi  hendaknya  ditujukan  untuk  meningkatkan  manfaat dari suatu materi. Produksi harus memerhatikan norma dan etika yang telah ditetapkan dalam  Islam. Penggunaan  faktor-faktor produksi  secara  efisien  terutama  yang  berasal dari sumberdaya bertujuan untuk  menjaga keseimbangan alam. Penentuan  upah  harus  didasarkan  pada  beberapa  kriteria  seperti  kebutuhan  hidup, roduktivitas dan kemampuan perusahaan.
Distribusi pendapatan dalam islam yang diajadikan batasan kebutuhan adalah maqasidul Syar’i: agama, diri/personal, akal, keturunan dan harta. Fokus dari distribusi pendapatan dalam Islam adalah proses pendistribusiannya dan bukan output dari distribusi tersebut.
Islam sendiri menawarkan konsep optimalisasi proses distribusi-redistribusi pendapatan. Konsep ini menuntut bantuan otoritas dari pemerintah (Negara) dan ada pula yang memang sangat bergantun pada konsep ketaatan dan karitatif personal (rumah tangga) maupun masyrakat muslim.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


                                                                                                                                    

No comments: